Bab I
Pendahuluan
a. Latar belakang masalah
Menurut padangan Bapak Rochman Natawidjaya[1],
“bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu yangh
dilakukan secara terus menerus, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya
sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar, sesuai dengan
tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga dan masyarakat. Dengan
demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan
sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya”. Dapat pula
dikatakan bahwa bimbingan adalah bantuan yang diberikan kepada individu agar ia
dapat mandiri dengan
mempergunakan berbagai bahan, interaksi nasehat dan gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
mempergunakan berbagai bahan, interaksi nasehat dan gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Konseling merupakan suatu proses untuk membantu individu
mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya untuk mencapai perkembangan
optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya, proses tersebut dapat berlangsung
setiap waktu
Untuk memperoleh
pengertian yang jelas tentang “bimbingan”, berikut dikutipkan pengertian
bimbingan (guidance) menurut beberapa sumber. menyatakan bahwa: guidance
is a process of helping individual through their own ffort to discover d
develop their potentialisties both for personal happiness and social
usefulness.[2]
Definisi yang diungkapkan oleh Miller nampaknya merupakan definisi yang lebih
mengarah pada pelaksanaan bimbingan di sekolah. Definisi tersebut menjelaskan
bahwa: “Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai
pemahan diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian
diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat”.[3]
Istilah bimbingan (guidance)
dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat erat dan
merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan
selalu digandengkan dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance
and counseling). Ada
pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antar
bimbingan dengan konseling atau keduannya memiliki makna yang identik. Namun
sementara pihak ada yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupaka dua
pengertian yang berbeda, baik dasar maupun cara kerjanya. Konseling atau counseling
dianggap identik dengan psychoterapy, yaitu usaha menolong
orang-orang yang mengalami gangguan psikis yang serius, sedangkan bimbingan
dianggap identik dengan pendidikan.
Sementara pihak ada
lagi yang berpendapat bahwa konseling merupakan salah satu teknik pemberian
layanan dalam bimbingan dan merupakan inti dari keseluruhan pelayanan
bimbingan. Pandangan inilah yang nampaknya sekarang banyak dianut.
Rogers
memberikan pengertian konseling sebagai berikut: Counseling is a series of
direct contats with the individual which aims to offer him assistance in
changing his attitude and behavior. Konseling adalah
serangkaian kontak atau hubungan bantuan langsung dengan individu dengan tujuan
memberikan bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya).[4]
Selanjutnya Mortensen
memberikan pengertian konseling sebagai berikut: Counseling may, therefore,
be defined as apeson to person process in which one person is helped by
another to increase in understanding and ability to meet his problems”.
Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses hubungan
seseorang dengan seseorang di mana yang seorang dibantu oleh yang lainya untuk
menemukan masalahnya. Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah
satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara
memberikan bantuan secara individual (face to face relationship).
Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan
tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak
pada tingkatannya.[5]
Asas
adalah
segala hal yang harus dipenuhi dalam melaksanakan suatu kegiatan, agar kegiatan
tersebut dapat terlaksana dengan baik serta mendapatkan hasil yang memuaskan.
Asas-asas
bimbingan dan konseling adalah ketentuan-ketentuan yang
harus ditetapkan dalam peyelenggaraan pelayanan, agar kegiatan pelayanan
tersebut dapat terlakasana dengan
baik serta mendapat hasil yang memuaskan bagi konseli. Asas daripada bimbingan
konseling yaitu sesuatu kegiatan yang harus ditetapkan sejak awal dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling, agar kegiatannya terlaksana dengan baik dan menuju
hasil yang diinginkan oleh kedua individu
antara konselor dan konseling.
Penyelenggaraan
layanan dan kegiatan pendukung bimbingan dan konseling selain dimuati oleh
fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu, juga dituntut untuk
memenuhi sejumlah asas bimbingan. Pemenuhan asas-asas bimbingan itu akan
memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan layanan/kegiatan,
sedangkan pengingkarannya akan dapat menghambat atau bahkan menggagalkan
pelaksanaan, serta mengurangi atau mengaburkan hasil layanan/kegiatan
bimbingan dan konseling itu sendiri.
Betapa
pentingnya asas-asas bimbingan konseling ini sehingga dikatakan sebagai jiwa
dan nafas dari seluruh kehidupan layanan bimbingan dan konseling. Apabila
asas-asas ini tidak dijalankan dengan baik, maka penyelenggaraan
bimbingan dan konseling akan berjalan tersendat-sendat atau bahkan
terhenti sama sekali.[6]
b. Rumusan
masalah:
1.
Apa saja asas
layanan bimbingan dan konseling ?
2.
Jelaskan arti
dari asas tersebut !
Bab
II Pembahasan
Dalam
perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu
mengelola kelas karena kelas merupakan lingkungan belajar serta merupakan suatu
aspek dari lingkungan sekolah yang perlu di organisasi. Lingkungan ini diatur
dan diawasi agar kgiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan
pendidikan. Sebagai manajer, guru hendaknya mampu mempergunakan pengetahuan
tentang teori belajar-mengajar dan teori perkembangan sehingga memungkinkan
untuk menciptakan situasi belajar-mengajar yang menimbulakn kegiatan belajar
pada siswa akan mudah dilaksanakan dan sekaligus memudahkan pencapaian tujuan
yang diharapkan. Dalam kegiatan/layanan bimbingan dan konseling ada beberapa
asas yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Asas kerahasiaan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya segenap data dan
keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam
hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin. Asas ini mempunyai
makna yang sangat penting dalam layanan bimbingan konseling. Mungkin tidak
terlalu berlebihan bilamana asas ini disebut dengan asas kunci dalam
pemberian layanan tersebut. Sebagian keberhasilan layanan bimbingan banyak
ditentukan oleh asas ini, sebab klien akan mau membukakan keadaan dirinya
sampai dengan masalah-masalah yang sangat pribadi, apabila ia yakin bahwa
konselor dapat menyimpan rahasianya. Dengan adanya keterbukaan dari klien akan
memberikan kemudahan-kemudahan bagi konselor menemukan sumber penyebab timbunya
masalah, yang selanjutnya dapat mencari atau mendapatkan jalan pemecahan
masalah yang di hadapi oleh klien tersebut.[7]
2. Asas keterbukaan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli (konseli) yang menjadi
sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak berpura-pura, baik di
dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima
berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya.
Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan konseli
(konseli). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan
dan adanya kesukarelaan pada diri konseli yang menjadi sasaran
pelayanan/kegiatan. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu
harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Konselor harus berusaha untuk
menciptakan Susana keterbukaan dalam membahas masalah yang di alami kien. Klien
terbuka menyampikan perasaan, pikiran, dan keinginannya yang diperkirakan
sebagai sumber timbulnya permasalahan. Klien merasa bebas mengutarakan
permasalahnya, dan konselor pun dapat menerimanya dengan baik. Konselor juga
terbuka dalam memberikan tanggapan terhadap hal-hal yang dikemukakan oleh kien.
Namun demikian, suasana keterbukaan ini sulit terwujud bilamana asas
kerahasiaan tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, asas
kerahasian akan sangat mendukung terciptanya keterbukaan klien dalam
menyampaikan persoalanya.[8]
3. Asas Kesukarelaan yaitu asas
bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan konseli
(konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan yang diperlu-kan baginya.
Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan
kesukarelaan tersebut. Konselor mempunyai peran utama dalam mewujudkan asas
kesukarelaan ini. Konselor harus mampu mencerminkan asas ini dalam menerima
kehadiran klien. Bilamana konselor tidak siap menerima kehadiran klien karena
satu hal dan lain hal, seperti tidak cukupnya waktu untuk berkonsultasi yang
disebabkan ada acara lain ; badan atau perasaan tidak enak. Kondisi konselar
yang demikian dapat menyebabkan asas kesukarelaan ini tidak terwujud, kalau
mereka paksakan untuk melakukan konsultasi. Sealiknya bila klien tidak mau
dengan sukarela mengemukakan permasalahannya , maka konsultasi itu tidak
mungkin berlangsung secara efektif, hal ini bisa terjadi mungkin disebabkan
oleh kesan yan kurng baik terhadap konselornya, sehingga masalah-masalah yang
dihadapi enggan di sampaikan kepada konselor.[9]
4. Asas kekinian yaitu asas yang
menghendaki objek sasaran layanan bimbingan dan konseling ialah permasalahan
peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Masalah klien yang langsung
ditanggulangi melalui upaya bimbingan dan konseling ialah masalah-masalah yang
sedang dirasakan kini (sekarang), bukan masalah yang sudah lampau, dan juga
masalah yang mungkin akan dialami di masa mendatang. Pembahasan hal itu
hanyalah merupakan latar belakang/ latar depan dari masalah yang akan dihadapi
sekarang sehingga masalah yang dihadapi itu teratasi. Apa yang dirasakan dan
dipikirkan pada saat konsultasi, itulah yang menjadi pusat perhatian dalam
mencarikan pemecahannya. Dalam usaha yang bersifat pencegahan pun pada dasarnya
pertanyaan yang perlu dijawab adalah apa yang perlu dilakukan sekarang, sehingga
kemungkinan yang kurang baik di masa mendatang dapat dihindari.Asas kekinian
juga mengandung pengertian bahwa konselor tidak boleh menunda-nunda pemberian
bantuan. Jika diminta bantuan oleh klien atau jelas terlihat misalnya adanya
siswa yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera memberikan
bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda memberi bantuan dengan
berbagai dalih. Dia harus mendahulukan kepentingan klien daripada yang
lain-lain. Jika dia benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak
memberikan bantuannya kini, maka dia harus dapat mempertanggungjawabkan bahwa
penundaan yang dilakukan itu justru untuk kepentingan klien. Konselor jangan
terperangkap dalam pembicaraan tentang masalah-masalah yang tidak lagi menjadi
persoalan bagi klien. Misalnya : Klien mengeluh bahwa prestasi belajarnya
rendah. Pembicaraan hendaknya berorientasi pada masalah-masalah yang berkaitan
dengan rendahnya prestasi belajar tersebut, dan bukan hal-hal lain yang tidak
ada lagi kaitannya dengan masalah tersebut.
5. Asas kemandirian yaitu asas yang
menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu peserta didik (klien)
sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi
individu-individu yang mandiri dengan ciri-ciri mengenal dan menerima diri
sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta
mewujudkan diri sendiri sebagaimana telah diutarakan terdahulu. Guru pembimbing
hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik. Dalam
memberikan layanan para petugas hendaklah selalu berusaha menghidupkan
kemandirian pada diri orang yang dibimbing, jangan hendaknya orang yang
dibimbing itu menjadi tergantung pada orang lain, khususnya para pembimbing/
konelor.Individu yang dibimbing setelah dibantu diharapkan dapat mandiri dengan
ciri-ciri pokok mampu:
Mengenal
diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya,
Menerima
diri sendiri dan lingkungan secara positif dan dinamis,
Mengambil
keputusan untuk dan oleh diri sendiri
Mengarahkan
diri sesuai dengan keputusan itu, dan
Mewujudkan
diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat, dan kemampuan-kemampuan yang
dimilkinya[10]
Kemandirian dengan ciri-ciri umum
di atas haruslah disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien
dalam kehidupannya seari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi arah
dari keseluruhan proses konselor maupun klien.[11]
6. Asas Kedinamisan;
yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta
didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus
berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu.Arah layanan bimbingan dan konseling yaitu
terwujudnya perubahan dalam diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke arah
yang lebih baik. Sesuai dengan sifat keunikan manusia amak konselor harus
memberikan layanan seirama dengan perubahan-perubahan yang ada pada diri klien.
Perubahan itu tidak hanya sekadar berupa pengulangan-pengulangan yang bersifat
monoton, melainkan perubahan menuju pada suatu kemajuan. Keberhasilan usaha
pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan terjadinya perubahan sikap
dan tingkah laku klien ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan terjadinya perubahan
sikap dan tingkah laku itu membutuhkan proses dan waktu tertentu sesuai dengan
kedalam dan kerumitan masalah yang dihadapi klien. Konselor dan klien serta
pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerja sama sepenuhnya agar pelayanan
bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan cepat menimbulkan perubahan
dalam sikap dan tingkah laku klien. Sebagimana firman Allah swt. Yang artinya :
“...Sesungguhnya Allah tidak
mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah dirinya sendiri.”(TQS. Ar
Ra’du/13:11)[12]
7. Asas kegiatan Yaitu asas yang
menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan mau
berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan layanan/ kegiatan
bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk
aktif dalam setiap layanan/ kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan
baginya.Usaha layanan bimbingan dan konseling akan memberikan buah yang tidak
berarti, bila individu yang dibimbing tidak melakukan kegiatan dalam mencapai
tujuan-tujuan bimbingan. Hasil-hasil usaha bimbingan tidak tercipta dengan
sendirinya tetapi harus diraih oleh individu yang bersangkutan. Para pemberi layanan bimbingan dan konseling hendaknya
menimbulkan suasana individu yang dibimbing itu mampu menyelenggarakan kegiatan
yang dimaksud. Oleh karena itu, konselor hendaknya mampu memotivasi klien untuk
melaksanakan semua saran yang telah disampaikannya. Keberhasilan layanan
bimbingan dan konseling tidaklah terwujud dengan sendirinya, tetapi harus
diusahakan oleh klien itu sendiri.
8. Asas
Keterpaduan; yaitu asas yang menghendaki agar
berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh
guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis dan terpadukan.
Dalam hal ini, kerja sama dan koordinasi dengan berbagai pihak yang terkait
dengan bimbingan dan konseling menjadi amat penting dan harus dilaksanakan
sebaik-baiknya. Kepribadian klien merupakan suatu kesatuan dari berbagai macam
aspek. Dalam pemberian layanan kepada klien, hendaklah selalu diperhatikan
aspek-aspek kepribadian klien yang diarahkan selalu diperhatikan aspek-aspek
kepribadian klien yang diarahkan untuk mencapai keharmonisan atau keterpaduan
aspek-espek ini justru akan menimbulkan masalah baru. Disamping keterpaduan
layanan yang diberikan, konselor juga harus memperhatikan keterpaduan isi dan
proses layanan yang diberikan, jangan sampai timbulnya ketidakserasian atau
pertentangan dengan aspek layanan lainnya. Pelayanan bimbingan dan konseling
menghendaki terjalin keterpaduan berbagai aspek dari individu yang dibimbing.
Untuk itu konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat
membantu penanggulangan masalah yang dihadapi klien. Dalam hal ini peranan
guru, orang tua dan siswa-siswa yang lain sering kali sangat menentukan.
Konselor harus pandai menjalin kerja sama yang saling mengerti dan saling
membantu demi terbentuknya klien yang mengalami masalah.[13]
9. Asas
Kenormatifan; yaitu asas yang menghendaki agar segenap layanan
dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma-norma, baik norma
agama, hukum, peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan –
kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi, melalui segenap
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan kemampuan
peserta didik (klien) dalam memahami, menghayati dan mengamalkan norma-norma
tersebut Maksud dari asas ini ialah usaha layanan bimbingan dan konseling yan
gdilakukan itu hendaknya tidak bertenangan dengan norma-norma yang berlaku.
Baik penolakan dalm prosesnya maupun saran-saran atau keputusan yang dibahas
dalm konseling.Pelayanan bimbingan dan konseling yang dilakukan hendaknya tidak
bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan
lingkungannya. Disadari sepenuuhnya bahwa konselor akan menyertakan norma-norma
yang dianutnya ke dalam hubungan konseling, baik secara langsung atau tidak
langsung. Tetapi harus diingat bahwa konselor tidak boleh memaksakan nilai atau
norma yang dianutnya itu pada kliennya. Konselor dapat membicarakan secara
terbuka dan terus terang segala sesuatu yang menyangkut norma dan
nilai-nilaiitu; bagaimana berkembangnya, bagaimana peenrimaan masyarakat, apa
dan bagaimana akibatnya bila norma dan nilai-nilai itu terus dianut dan lain
sebagainya. Pendek kata, norma dan nilai-nilai itu perlu dibahas dari berbagai
segi sehingga klien memiliki wawasan yang cukup luas dalam mengambil keputusan
tentang norma dan nilai-nilai yang akan dianutnya. [14]
10.
Asas keahlian yaitu Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional. Dalam hal
ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling lainnya
hendaknya tenaga yang benar-benar ahli dalam bimbingan dan konseling.
Keprofesionalitas guru pembimbing (konselor) harus terwujud baik dalam
penyelenggaraaan jenis-jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling dan
dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling. Selain itu, usaha layanan
bimbingan dan konseling dilakukan secara sistematik, dan dengan mempergunakan
teknik serta alat yang memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan
secukupnya, sehingga dengan itu akan dapat dicapai keberhasilan usaha pemberi
layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pelayanan professional yang
diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli yang khusus dididik untuk pekerjaan
itu, dan tidak mungkin dilaksanakan oleh orang-orang yang dididik dan di latih
atau dipersiapkan untuk itu. Layanan konseling menuntut suatu keterampilan
khusus. Asas keahlian mengacu kepada kualifikasi konselor ( misalnya pendidikan
sarjana bidang bimbingan dan konseling perlu dipadukan. Oleh karena itu,
seorang konselor ahli harus benar-benar menguasai teori dan praktik konseling
secara baik.[15]
11.
Asas alih tangan kasus: Asas ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya
pemberian layanan yang tidak tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa
dan serba tahu, sehingga dalam pemberian layanan ia perlu membatasi diri sesuai
dengan keahliannya serta asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak
mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas
atas suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan
kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing (konselor)dapat menerima alih
tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain. Demikian pula,
sebaliknya guru pembimbing (konselor), dapat mengalih-tangankan kasus kepada
pihak yang lebih kompeten, baik yang berada di dalam lembaga sekolah maupun di
luar sekolah. Di samping itu, asas ini juga menasihatkan petugas bimbingan dan
konseling hanya menangani masalah-masalah klien sesuai dengan kewenangan
petugas yang bersangkutan, setiap masalah hendaknya ditangani oleh ahli yang
berwenang untuk itu.[16]
12.
Asas Tut wuri handayani : Asas ini menunjuk kepada suasana umum yang hendaknya
tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang
dibimbing. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan
manfaatnya, dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarsa sung tulada, ing
madya mangun karsa”. Asas ini menuntut agar layanan bimbingan dan konseling
tidak hanya dirasakan adanya pada waktu siswa mengalami masalah dan menghadap
pembimbing saja, namun di luar hubungan kerja kepembimbingan dan konseling pun
hendaknya dirasakan adanya dan manfaatnya, sehingga tercipta hubungan yang
harmonis antara konselor dan kliennya. Klien hendaknya merasa terbantu dan
merasa aman atas pemberian layanan itu. Dalam pemecahan masalah, konselor
jangan dijadikan alat oleh klien tetapi klien sendirilah yang harus membuat
keputusan. Konselor sewaktu-waktu siap membantunya bila dalam pelaksanaannya,
klien mengalami masalah atau benturan-benturan lagi. Oleh karena itu, asas Tut
Wuri Handayani ini menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara
keseluruhan dapat menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman),
mengembangkan keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta
kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.[17]
Bab
III
Penutup
-
Kesimpulan
1. Asas
kerahasiaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakanya
segenap data dan keterangan tentang konseli yang menjadi sasaran pelayanan
2. Asas
keterbukaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar konseli
(konseli) yang menjadi sasaran pelayanan/kegiatan bersifat terbuka dan tidak
berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri
maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi
pengembangan dirinya.
3. Asas
Kesukarelaan yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya
kesukaan dan kerelaan konseli (konseli) mengikuti/menjalani pelayanan/kegiatan
yang diperlu-kan baginya
4. Asas
kekinian yaitu asas yang menghendaki objek sasaran layanan bimbingan dan konseling
ialah permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang
5. Asas
kemandirian yaitu asas yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling,
yaitu peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling
diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri
6. Asas Kedinamisan;
yaitu asas yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (peserta
didik/klien) hendaknya selalu bergerak maju
7. Asas
kegiatan Yaitu asas yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi
sasaran layanan mau berpartisipasi secara aktif di dalam penyelenggaraan
layanan/ kegiatan bimbingan.
8. Asas Keterpaduan;
yaitu asas yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling
menunjang, harmonis dan terpadukan
9. Asas Kenormatifan; yaitu asas yang
menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
didasarkan pada norma-norma, baik norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaan – kebiasaan yang berlaku
10. Asas
keahlian yaitu Asas yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan
konseling diselnggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional
11. Asas
alih tangan kasus: Asas ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemberian
layanan yang tidak tepat. Konselor bukanlah tenaga yang serba bisa dan serba
tahu, sehingga dalam pemberian layanan ia perlu membatasi diri sesuai dengan
keahliannya serta asas yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu
menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan peserta didik (klien) kiranya dapat mengalih-tangankan
kepada pihak yang lebih ahli
12. Asas
Tut wuri handayani : Asas ini menunjuk kepada suasana umum yang hendaknya
tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara pembimbing dan yang dibimbing
DAFTAR
PUSTAKA
-
Djawad, D. Pendidikan dan Konseling di Era Global.
Bandung : Rizqi
Pers. (2005).
-
Rejeki, S. Kompetensi Sosial Ditinjau dari
Harga Diri dan Religiusitas pada Siswa Program Akselerasi dan Siswa Program Reguler. Tesis. Yogyakarta
: Sekolah Pasca Sarjana 2005.
, Universitas Gadjah Mada.
-
Sudrajat, A Fungsi,Prinsip,
dan Asas Bimbingan dan Konseling. .2008. PT. Balai pustaka ; jakarta
-
Tohirin Bimbingan
dan Konseling di Sekolah dan Madrasah Berbasis Integrasi. . (2007). Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada
Asas layanan bimbingan dan konseling
Makalah ini disusun untuk memenuhi
tugas kelompok
Mata kuliah : Bimbingan dan konseling
Dosen pengampu : Khusnul wardan M, Pd.
Disusun oleh
Kelompok 3
Muh. Hamzah
Muh. Abduh
Imam Hanafi
Muammar Hudawy
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SENGGATA
(STAIS) KUTAI TIMUR
2010
[1]
Djawad, D. Pendidikan dan Konseling
di Era Global.( Bandung
: Rizqi Pers ; 2005).hal 5
[2] Ibid
[3] Ibid
[4] Sudrajat, A Fungsi,Prinsip,
dan Asas Bimbingan dan Konseling ( PT.
Balai pustaka ; Jakarta;
.2008) hal 35
[5]
ibid
[6]
Sudrajat, A Fungsi,Prinsip,
dan Asas Bimbingan dan Konseling ( PT. Balai pustaka
; Jakarta;
.2008) hal 40
[7]
Ibid hal 42
[8]
Ibid hal 44
[9]
Ibid hal 45
[10]
.
ibid hal 47
[11] Ibid hal 48
[12]
Ibid hal 51
[13]
Ibid hal 55
[14]
Ibid hal 58
[15]
Ibid hal 62
[16]
Ibid hal 67
[17]
Ibid hal 69
Tidak ada komentar:
Posting Komentar